Aku dirawat oleh mereka hingga aku beranjak kanak-kanak, mungkin berusia 12 tahun, mereka berdua menyayangiku seperti anak kandungnya sendiri sebelum hal yang akan mengubah cara pandang hidupku itu terjadi.
“kak tolong aku dong, aku mau ambil bonekaku di atas situ !.” pinta salimah, adik terkecilku, umurnya masih 6 tahun.
“iya, iya kakak ambilkan, yang ini kan ?”
“iya kak, makasih kak, kakak baik deh....”
“yuri,salimah cepat kemari ! ” panggil ibu kami dari luar flat apartement .
“ ada apa ibu ?”
“ada apa mi ? ”
“ayo ikut bersama ibu, kita harus segera pergi dari sini”
“memang ada apa bu?, apakah mereka kembali lagi bu? ”
“benar, mereka kembali lagi, ayo segera bergegas dari sini”
“duuuuaaaaaaaarrrrrrrrrrr”
“suara apa itu kak ?”
“itu suara tembakan, ayo cepat pergi dari sini ! ”
Mereka, ya, mereka para penjajah yang dikutuk penjuru semesta kembali menyerang kota kami lagi. Kami berusaha melindungi rumah kami meski kami mengetahu jika perlengkapan perang mereka jauh diatas rata-rata dibandingkan dengan kami yang bersenjata apa adanya namun tekad kami takkan pernah gentar menghadapi lawan yang lebih kuat demi mempertahankan sebuah kemerdekaan.
“ayo anak-anak ikut dengan ibu ”
“ayo salimah, hanifah, khumaiya ikut bersama kakak dan ibu”
“kakak aku takut”
“iya aku juga”
“aku juga”
“aku tahu jika kalian semua takut, tapi kakak dan ibu akan menjaga kalian apapun yang terjadi .”
“benarkah itu?”
“iya, kakak janji, ayo ikut kakak.”
Saat hendak membujuk mereka tiba-tiba saja terjadi ledakan yang melubangi flat kami, mereka semua lari ketakutan akibat tembakan yang menghancurkan rumah kami, untungnya kami semua selamat.
“salimah, hanifah, khumaiya dimana kalian?”
“kami disini.”
“kalian tidak apa-apa?”
“kami semua takut”
“ayo raih tanganku, cepatlah”
“tapi kami takut”
“percayalah pada kakak”
“baiklah”
Merekapun meraih tangan kananku, pertama aku membawa salimah, kemudian hanifah, lalu khumaiya. Usai mengeluarkan mereka dari lemari baju, akhirnya ibu kami muncul dari balik pintu mencemaskan keadaan kami semua.
“yuri, hanifa, khumaiya, salimah.”
“kami tidak apa-apa bu”
“kami juga bu”
“syukurlah, ayo cepat keluar dari sini, ayahmu sedang berusaha memberi jalan keluar pada kita semua, ayo cepat keluar.”
Ayahku beserta para penduduk yang lain berusaha melawan mereka yang berusaha menjadikan tempat kami sebagai bagian dari ibukota negara mereka. Saat itu aku tak tahu apa maksud mereka tersebut, mereka mengerahkan 5 panzer giganoid, robot besar yang mirip dengan tank yang memiliki dua pelontar rudal dipundaknya beserta batalion gabungan dari United Sky Conquest bersenjatakan Assault Riffle lengkap dengan granat dan pisau, mereka menyerang warga kami dengan menembak secara membabi buta tanpa mengenal mana pejuang & mana warga sipil. Saat pertikaian itu berlangsung, aku beserta 3 adik perempuanku mengungsi ke perbatasan negeri syamii bersama ibu angkatku sedangkan ayah & 2 kakak laki-lakiku ikut berjuang menghadang invasi mereka.
(to be continue)